TIANG-TIANG POKOK KHOTBAH YANG BERHASIL

Pada waktu kami mulai mengajar Ilmu Berkhotbah seorang siswa bertanya pada kami demikian, “Bapak Anu berkhotbah begitu hebat dan ia belum pernah belajar ilmu berkhotbah, apalagi ia tidak memakai prinsip-prinsip khotbah yang Bapak tekankan. Mengapa demikian ?” Memang kami harus mengakui bahwa banyak pengkhotbah yang baik belum pernah belajar ilmu homiletika atau mempergunakan semua prinsip yang kami kemukakan. Tetapi sesudah mendengarkan banyak khotbah di dalam dan luar negeri kami makin yakin bahwa semua pengkhotbah yang baik memakai beberapa prinsip yang sama terus-menerus dalam khotbah mereka. Dengan sadar atau tanpa sadar ada kesatuan dalam khotbah mereka, khotbah mereka tersusun baik (walaupun mungkin garis besar tidak kelihatan) dan mereka berkhotbah kepada kebutuhan/hati pendengarnya. Mereka bersandar pada kuasa Roh Allah. Mereka mempunyai penyajian yang kuat. Khotbah mereka berbobot dan menarik. Mereka mempergunakan Firman Tuhan dalam khotbahnya. Biasanya mereka penuh dengan kesungguhan dan semangat. Contoh-contoh yang menarik disajikan dan penerapan yang pantas dipakai. Dan pada umumnya mereka menyiapkan khotbahnya dengan teliti. Ini tidak berarti mereka membaca banyak buku atau menulis banyak pada kertas tetapi pastilah mereka merenungkan khotbahnya sampai masak.

Dalam buku ini semua prinsip di atas akan disinggung dan ditambah dengan beberapa hal lagi. Semoga kita akan mengerti mengapa beberapa pengkhotbah berhasil dan bagaimana kita dapat berhasil juga dalam melayani jemaat dengan khotbah.

Mahasiswa-mahasiswi dari satu sekolah jurusan komunikasi di Amerika Serikat pernah mengadakan survey (penyelidikan statistik) untuk mengukur nilai khotbah-khotbah minggu pagi.

Dalam penyelidikan, mereka menanyakan lebih dari 1.000 pendengar khotbah pertanyaan ini, “ Apakah pokok utama dalam khotbah pagi ini ?” Lebih dari lima puluh persen tidak dapat menjawab dengan betul apalagi menyatakan bahwa mereka mendapat pertolongan untuk kehidupan Kristen mereka melalui khotbah tersebut. Dan kita perlu mengingat bahwa hampir semua pendeta yang menyampaikan khotbah-khotbah tersebut adalah tamatan Seminari-seminari Theologia. Semua pendengar juga adalah orang yang cukup terpelajar.

Jika demikian sudah jelas kita sering berkhotbah tanpa berhasil. Malahan, kalau jujur, kita harus mengaku bahwa hasil khotbah adalah kurang sekali dari apa yang kita harapkan. Mengapa demikian ? Karena kita sering lupa atau tidak mengutamakan enam tiang pokok khotbah yang berhasil. Pada halaman-halaman berikut kami ingin mengemukakan tiang-tiang yang kami anggap begitu penting. Jika Saudara mempergunakan enam tiang pokok ini, kami yakin khotbah saudara akan berhasil. Marilah kita menyelidiki tiang-tiang ini satu persatu.

1. Sebuah khotbah harus disampaikan dalam kuasa Roh Kudus

Dulu kami berpendapat kalau khotbah kami sangat jelas dan logis para pendengar akan otomatis bertobat tetapi pandangan macam ini melupakan bahwa manusia berdosa buta rohani. Dalam II Korintus 4:3-4 Paulus menyatakan bahwa orang-orang yang belum percaya telah dibutakan oleh ilah zaman ini sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus. Menyalakan satu lampu atau seribu lampu tidak akan menolong orang buta melihat. Dia membutuhkan lebih dari terang. Dia membutuhkan satu operasi.

Orang Kristen rohani juga memerlukan pertolongan untuk melihat (mengerti) seluruh kebenaran Allah. Rasul Paulus mendoakan orang-orang Kristen di Efesus supaya mata hati mereka menjadi terang agar mereka mengerti pengharapanNya dan sebagainya (Efesus 1:18-19).

Betapa indahnya bahwa Roh Allah datang untuk menginsyafkan dunia akan dosa (Yohanes 16:8) dan memberi hikmat (Efesus 1:17) Pada orang Kristen. Kenyataan ini menekankan betapa pentingnya khotbah kita disampaikan dalam Roh atau dari segi lain betapa penting kesucian pribadi kita supaya Roh Kudus dapat mempergunakan khotbah kita.

Semua khotbah yang pernah disampaikan di dunia ini hanya berhasil karena perantaraan Roh Kudus. Ini tidak berarti khotbah yang disampaikan dalam kuasa Roh Kudus akan selalu berhasil (Pendengar-pendengar dapat mengeraskan hatinya.) tetapi jelas juga bahwa satu khotbah tidak akan berhasil tanpa kuasa Roh. Dengarkanlah bunyi Zakaria 7:12, “Mereka membuat hati mereka keras seperti batu amril, supaya jangan mendengar pengajaran dan firman yang disampaikan Tuhan semesta alam melalui Rohnya dengan perantaraan nabinya yang dahulu ….”

Kita dapat melihat pola yang sama apabila kita menyelidiki Perjanjian Baru. Semua khotbah Petrus dalam Kisah Para Rasul disampaikan dalam kuasa Roh (bandingkan antara lain Kisah Para Rasul 2:4, 4 :8). Perhatikanlah kehidupan dan khotbah Stefanus (Kisah Para Rasul 6:3,5,8; 7:51-52). Setiap pembaca Alkitab dapat dengan gampang melihat peranan Roh Kudus dalam khotbah-khotbah Perjanjian Baru.

Dan Pengkhotbah-pengkhotbah sejak masa Perjanjian Baru juga mengaku kepentingan berkhotbah dalam kuasa Roh Allah. Cerita D.L. Moody selalu berkesan pada kami. Dia mengatakan bahwa bertahun-tahun ia berkhotbah dan setiap kali beberapa orang maju ke muka untuk menerima keselamatan. Tetapi beberapa perempuan tua menantang dan mendoakan dia supaya ia dipenuhi dengan Roh Kudus. Dalam kesaksiannya D.L. Moody menjelaskan bagaimana pada suatu hari ia berjalan di kota New York dan sekaligus Roh Kudus turun di atas dia dan mengurapi dia. Katanya sesudah pengalaman ini, bukan satu dua orang maju ke muka sesudah khotbahnya, tetapi puluhan orang. Dan semua pengkhotbah lain yang sudah berhasil akan memberi kesaksian yang serupa.

Jikalau khotbah yang berhasil adalah khotbah yang disampaikan dalam kuasa Roh Kudus, maka apakah peranan persiapan yang baik dalam pelayanan berkhotbah? Ijinkanlah kami mempergunakan gambaran yang sederhana untuk menjelaskan hubungan Roh Suci dengan persiapan seksama dalam pelayanan berkhotbah.

Cobalah menggambarkan tiga petani yang bertengkar mengenai metode menanam jagung supaya berhasil baik. Petani pertama menyatakan bahwa rahasianya ialah pemeliharaan yang baik dan matahari dan air sama sekali tidak penting. Untuk membuktikan teori ia menyiapkan tanah dengan seksama di dalam gedung yang tertutup supaya terang matahari dan air hujan sama sekali tidak masuk. Kemudian ia menanam bibit jagung dan memeliharanya dengan baik.

Petani kedua menekankan kepentingan matahari dan air hujan, dan mengatakan bahwa persiapan tanah dan pemeliharaan tanaman tidak penting sama sekali. Menurut dia seorang petani tidak usah mencangkul dulu. Jikalau ia hanya melempar bibit jagung pada ladang dan percaya akan matahari dan air hujan, jagung dia akan bertumbuh dan berbuah baik.

Petani ketiga ingin memperkawinkan dua metode di atas. Demikianlah ia menyiapkan sebuah ladang di tanah dengan bekerja keras. Tanah dicangkul, dihaluskan supaya bibit dapat ditanam dalam tanah. Kemudian ia memotong beberapa pohon yang menghalangi sinar matahari. Bila hujan terlambat datang ia menyiram jagungnya.

Nah, jelas bahwa petani ketiga akan berhasil. Jelas juga bahwa mungkin beberapa bibit dari petani kedua akan tumbuh. Tetapi petani pertama tidak berhasil sama sekali.

Tafsirannya begini: Seorang Pengkhotbah yang hanya bersandar pada usahanya dan akalnya dan demikian menyiapkan khotbah yang bagus dan sempurna dalam bentuknya adalah seperti petani pertama. Pengkhotbah ini menolak  peranan Roh Kudus sama seperti petani pertama menolak peranan terang matahari dan air hujan. Seorang Pengkhotbah yang tidak menyiapkan khotbah dengan teliti dan seksama dan hanya bersandar pada Roh Kudus adalah seperti petani kedua. Dia akan berhasil jauh lebih baik dari petani pertama. Tetapi pengkhotbah yang sungguh berhasil dapat dibandingkan dengan petani ketiga. Ia menyiapkan khotbahnya dengan teliti dan seksama dan kemudian bersandar total pada pekerjaan Roh Kudus.

Demikianlah khotbah yang sempurna tidak akan berhasil tanpa pekerjaan Roh Allah. Dan sebaliknya Roh Allah akan memungkinkan hasil maksimal dari khotbah yang disiapkan sebaik-baiknya.

2. Sebuah Khotbah harus didasarkan pada seluruh Alkitab

Dalam persekutuan Rasul Paulus dengan ketua-ketua Jemaat Efesus di Miletus ia mengatakan,” … aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu” (Kisah Para Rasul 20:27). “Seluruh maksud Allah …” berarti semua kebenaran dari Kejadian sampai Wahyu. Ingat bahwa walaupun Alkitab terdiri dari beberapa buku yang dikarang oleh beberapa orang, semuanya merupakan satu buku yang dikarang Allah (II Timotius 3:16). Satu tali merah (Penebusan Kristus) dari kejadian 1:1 sampai wahyu 22:21 mengikat semuanya menjadi satu.

Demikianlah pengkhotbah yang berhasil akan mempelajari seluruh Alkitab. Dia akan mengerti konsep-konsep Imamat Lewi, sejarah Tawarikh, nyanyian Mazmur, nubuat Yehezkiel, amanat Amos, inti Khotbah di Bukit dan filsafat Kristen yang terdapat di Kitab Roma. Dia harus tahu hubungan semua kitab dan kebenaran Alkitab. Satu nas tidak boleh dikhotbahkan tanpa mengerti hubungannya dengan seluruh Alkitab.

Khotbah yang didasarkan pada seluruh Alkitab akan mengutarakan prinsip-prinsip dasar Alkitab. Salah satu sebab keberhasilan pengkhotbah Ev. Stephen Tong adalah karena ia menekankan prinsip-prinsip dasar Alkitab. Misalnya siapa dapat melupakan khotbahnya yang mengutarakan prinsip, “Allah Ingin Seluruh Dunia Mendengarkan Injil?”

Khotbah yang didasarkan pada seluruh Alkitab akan juga didukung oleh seluruh Alkitab. Satu khotbah yang hanya dapat dibuktikan kebenarannya oleh satu-dua ayat di Kitab Nahum tidak boleh dikhotbahkan.

Dalam memikirkan tiang dasar kedua ini kami harus menyinggung soal pokok kuda-kuda. Sering seorang pengkhotbah menerima berkat dari satu Firman atau melihat kebenaran dalam satu pokok ajaran Alkitab. Dan kemudian ia terus-menerus menekankan kebenaran baru itu dengan hampir lupa semua kebenaran lain di Alkitab.

Misalnya pada masa ini ada pengkhotbah yang hanya tahu berkhotbah mengenai karunia-karunia Roh atau kepenuhan Roh atau roh-roh jahat (occultisme) atau baptisan atau nubuatan saja!

Untuk berhasil seorang pengkhotbah harus menyampaikan “seluruh maksud Allah!”

3. Sebuah Khotbah harus disampaikan dengan penyajian kuat

Pada waktu kami mulai mengajar homiletika di Sekolah Alkitab Ringkas Intensif (SARI) di Madiun 18 tahun yang lalu kami menekankan kepentingan isi khotbah. Tetapi sedikit demi sedikit kami mulai melihat kepentingan penyajian khotbah. Sampai pada saat ini kami merasa, dari segi manusia, lima puluh persen keberhasilan sebuah khotbah, adalah karena penyajian yang baik. Sudah jelas bahwa khotbah yang baik sekali isinya dapat dirusakkan oleh penyajian (penyampaian) yang lemah dan sebaliknya penyajian yang baik dapat menyelamatkan khotbah yang lemah. Dari segi menarik dan mengikat perhatian pendengar, penyajian sama penting dengan isi khotbah.

Jangan berpendapat bahwa saudara tidak memakai prinsip penyajian apabila saudara berkhotbah. Setiap kali seorang berbicara ia mempergunakan prinsip-prinsip penyajian. Penyajian dalam khotbah berarti mempergunakan suara, gerak-gerik dan pribadi semaksimal mungkin asal pantas dalam berkhotbah. Antara lain dalam penyajian khotbah saudara akan memperhatikan sikap, pakaian, mata, mimik, ucapan kata, nada dan tempo suara dan lain sebagainya.

Nah, memang ada banyak pengkhotbah yang baik sekali yang belum pernah mempelajari prinsip-prinsip penyajian yang baik. Tetapi semua pengkhotbah yang baik dengan otomatis akan mempraktekkan prinsip-prinsip penyajian yang baik.

Sebagai akhir kata tentang tiang ini, jauh terlalu sering khotbah  yang baik sekali isinya tidak didengar dan tidak berkesan karena tidak disampaikan dengan penyajian yang kuat.

4. Sebuah khotbah harus dijadikan semenarik mungkin.

Khotbah yang tidak didengarkan hadirin di kebaktian sia-sia belaka. Dan adanya orang dalam kebaktian tidak berarti khotbah didengarkan. Kita semua mengalami betapa gampang duduk dalam gereja dan melamun sampai khotbah tidak diperhatikan sama sekali. Sudah lama kami rindu menciptakan sebuah “Termometer Pengukur Perhatian” yang dapat terpasang pada kelapa tiap warga jemaat. Jikalau ada alat macam itu, kami yakin kita semua akan terkejut melihat derajat perhatian pendengar kita.

Kita perlu ingat bahwa tiap kali perhatian seorang pendengar hilang, kita kehilangan satu pendengar. Demikianlah kalau 100 orang ikut kebaktian dan hanya 25 memperhatikan (mendengarkan) khotbah, kebaktian kita dapat disamakan dengan kebaktian yang dihadiri oleh 25 orang saja.

Para rohaniawan bekerja keras mengundang dan mendorong orang mengikuti kebaktian tetapi kurang berusaha menarik perhatian pengikut kebaktian pada khotbah sesudah ia duduk di bangku gereja.

Mungkin saudara akan bertanya: Bagaimana saya perlu berkhotbah supaya selalu menarik perhatian pendengar? Saudara harus menyiapkan dan menyampaikan khotbah yang menarik. Khotbah yang menarik akan memuat contoh-contoh yang baik, akan berdasarkan Alkitab dan akan mengikuti cara berpikir yang logis. Akan ada persatuan dan kesatuan di dalamnya dan susunannya akan jelas. Isinya akan berbobot dan relevan (sesuai dengan kebutuhan pendengar). Bahasa pengkhotbah akan baik dan khotbah akan disampaikan dengan penyajian yang kuat. Pengkhotbah akan memakai alat peraga. Juga penerapan akan jelas dalam semua bagian khotbah dengan penerapan utama dalam kesimpulannya. Semua unsur khotbah menarik ini serta beberapa lagi akan diuraikan dalam buku ini.

5. Sebuah khotbah harus ditujukan kepada kehendak pendengar

Tiap insan memiliki kehendak, akal dan emosi (perasaan). Pengkhotbah yang  berhasil akan selalu ingat kenyataan penting ini. Dan ia akan ingat juga bahwa kunci kemajuan rohani ialah kehendak. “Barangsiapa mau melakukan kehendakNya, ia akan tahu entah ajaranKu berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diriku sendiri” menyatakan pandangan Yesus akan soal kehendak. Melakukan kehendak = mengetahui ajaran Allah. Demikianlah semua khotbah yang  berhasil harus ditujukan kepada kehendak … karena perubahan rohani yang tetap hanya terjadi dalam kehendak.

Apakah ini berarti bahwa pengkhotbah tidak akan memperhatikan akal dan emosi pendengarnya? Tidak! Ia mungkin mempergunakan emosi dan akal pendengar tetapi tujuan satu-satunya ialah kehendaknya. Emosi dan akal dapat menjadi dua kendaraan yang dipakai pengkhotbah untuk mencapai tujuannya, yaitu kehendak. Misalnya mungkin pengkhotbah menceriterakan mengenai kematian putri jelita karena kealpaan orang tua. Ceritera ini dapat menyebabkan emosi marah (pada orang tua) atau emosi kasihan (pada putri). Tetapi tujuan pengkhotbah ialah supaya kita berkeputusan menginjili jiwa-jiwa sesat sebelum mereka meninggal. Ia mempergunakan emosi marah dan kasihan untuk mendorong kita mengambil keputusan (kehendak) memberitakan injil.

Atau mungkin pengkhotbah menjelaskan bagaimana Allah menciptakan dan menyelamatkan dengan mempergunakan akal pendengar. Kemudian ia menekankan, berdasarkan logika pekerjaan Allah, Kita perlu menyerah (kehendak) pada Dia.

Pada akhir khotbah Petrus dalam Kisah Para Rasul para pendengar bertanya, “Apakah yang harus kami perbuat?” (Kisah Para Rasul 2:38). Petrus tidak mendorong mereka untuk menangis atau mempelajari kembali khotbahnya. Ia menjawab, “Bertobatlah …!”

Jikalau soal kehendak begitu penting, kita dapat berkeputusan bahwa klimaks khotbah ialah kesimpulan dan puncak kesimpulan ialah undangan.

Untuk menghindari salah paham, kami ingin menekankan bahwa khotbah akan mempengaruhi baik emosi maupun akal. Pengkhotbah yang baik akan menantang pendengar memakai akalnya untuk bergumul dengan konsep-konsep rohani. Khotbahnya akan sungguh mempengaruhi emosi pendengar. Namun khotbah tidak akan ditujukan kepada emosi atau akalnya tetapi kepada kehendaknya. Khotbah macam ini akan berhasil.

6. Sebuah khotbah harus ditambatkan dengan tugas untuk Pendengar

Ujian terakhir pada khotbah ialah apakah ada “perubahan tetap” dalam kehidupan pendengar? Apakah pendengar saudara menjadi semakin “ . . . serupa dengan gambaran Anak Allah (Roma 8:29)?” Apakah “Kristus menjadi nyata di dalam  . . . “ mereka (Galatia 4:19)? Apakah mereka menghasilkan buah-buah Roh (Galatia 5:2)? Apakah mereka “ . . . melakukan perbuatan baik . . . ( Efesus 2:10)?”

Banyak pengkhotbah membawa pendengar ke tempat dimana mereka sungguh merindukan “perubahan tetap.” Malahan dalam kebaktian gereja mereka maju ke muka pada undangan khotbah dan sungguh bertobat. Tetapi terlalu sering mereka dibiarkan begitu saja. Akibatnya untuk sebagian besar orang macam ini, pertobatannya tidak kelihatan menyebabkan “perubahan tetap.” Mereka kelihatan tidak maju, malahan jatuh kembali ke dalam dosa-dosa lama. Bagaimana kita dapat menolong seorang yang bertobat sungguh mengalami “perubahan tetap” sesudah ia pulang dari gereja?

Kami merasa salah satu kunci untuk persoalan ini ialah tugas pendengar. Soalnya begini: Pendengar kita belajar dengan mendengar, melihat dan berbuat. Dalam khotbah hadirin kebaktian hanya sempat mendengar suara (ajaran) serta mungkin melihat garis besar, alat peraga atau ayat di alkitabnya. Dia tidak diberi kesempatan berbuat apa-apa. Namun kita belajar paling cepat kalau kita dapat berbuat sesuatu. Misalnya pendengar dapat mendengar ceramah mengenai bersaksi, dia dapat menyaksikan gembalanya bersaksi, tetapi ia akan belajar bersaksi paling cepat kalau ia  langsung bersaksi sendiri.

Dengan tugas pendengar kita akan memberi pendengar kita (terutama pendengar yang bertobat) satu tugas untuk dilakukan . . . satu tugas yang langsung berhubungan dengan “perubahan tetap” yang kita harapkan sebagai akibat dari khotbah kita.

Misalnya khotbah kita bertujuan mendorong pendengar untuk bersaksi dan tujuh orang menerima undangan serta menyatakan kerinduannya untuk bersaksi pada orang berdosa. Sebagai tugas pendengar, kita akan minta mereka bersaksi pada dua orang yang belum percaya sebelum minggu depan. Mungkin kita akan menyertai mereka. Mungkin tidak. Tetapi kita akan menyelidiki usaha mereka serta mungkin minta mereka memberi laporan di muka gereja mengenai pengalaman mereka. Maksudnya, sedapat mungkin, kita akan mendorong pendengar menjalankan apa yang ia terima dari khotbah kita.

Demikianlah sebuah khotbah yang berhasil! Akhirnya akan dinilai dalam “perubahan tetap” yang dilihat dalam kehidupan pendengarnya. “Perubahan tetap” akan lebih cepat terjadi jika pendengar kita diberi tugas praktek.

Nah, kami sadar bahwa 6 tiang dasar khotbah yang kami tekankan di sini bukan merupakan kata terakhir mengenai kunci berkhotbah dengan berhasil. Namun kami yakin juga bahwa perhatian yang sungguh-sungguh terhadap enam tiang ini akan membawa perubahan yang luar biasa dalam khotbah saudara.

http://homiletika.info/Bagaimana-Berkhotbah/tiang-tiang-pokok-khotbah-yang-berhasil.html

Leave a comment